Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengalaman Mistis Mancing Ikan Di Sungai Kedung Miri

Pengalaman Mistis Mancing Ikan Di Sungai Kedung Miri - Hallo Sobat Angler, kembali lagi nih bersama Admin, yang pastinya akan memberikan cerita menarik seputar memancing.

Ngomongin soal cerita menarik. Admin punya sedikit pengalaman mistis yang mungkin akan menarik untuk diceritakan. 

Sungai Kedung Miri, warga sekitar menyebutnya dengan sungai "Dungmiri". 

Dan berikut adalah kisah lengkapnya. 

Pengalaman Mistis Mancing Ikan Di Sungai Kedung Miri

Pengalaman Mistis Mancing Ikan Di Sungai Kedung Miri

19/Maret/2022 - Sabtu dan Minggu, merupakan waktu bagi Grup Melem Mania Banyuwangi mengadakan kegiatan Mancing Bareng. Kegiatan tersebut sudah menjadi agenda rutin guna menjaga persaudaraan dan tali silaturahmi antara setiap anggota. 

Setelah berbincang dan berdiskusi Via WhatsApp pada malam harinya, kami menyepakati bahwa agenda Mabar besok pagi, akan diadakan di lokasi yang terletak di daerah Selatan Kabupaten Banyuwangi, dan rumah Saya akan menjadi titik kumpul bagi para anggota MMB yang ikut serta dalam kegiatan tersebut. 

Keesokan paginya, umpan dan segala macam perlengkapan sudah kami siapkan. Perasaan kecewa muncul ketika anggota yang berkumpul hanya 4 orang dari 15 anggota aktif dari Grup MMB. Sebagaian anggota tidak bisa mengikuti agenda hari ini dikarenakan kesibukan yang mendadak dan beberapa alasan classic lainya. 

Keempat orang termasuk Saya, berangkat menggunakan dua Sepedah Motor, dimana kami saling berboncengan satu sama lain. Saya bersama Mas Hendrik, Pak Ketua Mas Men, berboncengan dengan Pak Yayak yang merupakan anggota paling senior di Grup kami. 

20 Menit perjalanan dengan cuaca gerimis memang sedikit melelahkan. Motor Masmen yang ada di depan tiba-tiba berhenti sembari  mengisyaratkan kepada Kami agar mengikutinya. "Yah itung itung sambil istirahat sebentar", Batin ku. 

Terlihat Pak Ketua sedang mengutak-ngatik Hp,  seperti akan menghubungi sesorang. Dugaan Ku  benar, tak lama kemudian datanglah seorang Pemuda berperawakan kurus dan terlihat seumuran dengan Mas Hendrik keluar dari sebuah rumah sambil menyapa Kami.

Namanya adalah Mas Rendra, salah satu pemuda lokal dari Desa Purwoagung yang akan ikut memancing sekaligus sebagai penunjuk jalan menuju lokasi nantinya.

"Wah minimal ada tambahan Anggota lagi supaya tidak sepi", Gumamku dalam hati. Setelah saling berkenalan, kami berlima melanjutkan perjalanan, Mas Rendra menytater Motor Grand andalanya, sebuah Motor yang dimodif menggunakan Ban Tail dengan posisi Filter dicopot, menghasilkan suara unik seperti Gelembung udara bila ditiup menggunakan mulut. "blutuk blutuk blutuk". 

Setelah hampir 15 Menit melelahkan melewati medan berbatu nan licin, kami mulai memasuki kawasan Hutan Pohon Jati, dimana kanan kiri tumbuh berjejer pohon jati yang menjulang tinggi keatas. Berderet rapi layakanya peserta Upacara di hari Senin.

Menerobos masuk kedalam hutan di tengah situasi seperti ini tidaklah mudah. Berulang kali Kami hampir tergelincir karena medan yang becek dan berlumpur. Berbeda dengan Mas Rendra, Motornya melaju lincah tanpa ada hambatan, bak peluru, merengsek masuk kedalam udara. Faktor ban trail yang sengaja dibikin kempes cukup efektif untuk melalui medan seperti ini. Sedangkan kami berempat, kewalahan mengimbangi laju motor milik Mas Rendra. 

Pengalaman Mistis Mancing Ikan Di Sungai Kedung Miri

Kami Tiba Di Lokasi 

Peralatan dan perlengkapan telah kami siapkan. Pak Yayak langsung memilih lokasi memancing dekat dengan Sepeda terpakir. Lokasi yang Beliau pilih cukup menjanjikan, arusnya sedang, kedalaman antara 1,5 Meter. Terdapat batang kayu tersangkut, menciptakan sarang alami bagi Ikan Nilem. Namun lokasi memancing hanya bisa ditempati oleh satu Orang, karena banyak batang pohon dan semak belukar yang menjulur kesana kemari menutup pandangan serta membatasi gerakan joran.

Sedangkan Saya, Mas Hendrik, Dan Mas Rendra memilih spot dibawah Pak Yayak. Jarak kami dengan Pak Yayak tidak jauh, hanya 10 Meter. Namun batang hidung Beliau tidak terlihat sedikitpun karena tertutup pohon dan semak belukar yang begitu lebat. Sedangkan Pak Ketua, memilih spot paling bawah dan terpisah dari kami bertiga. 

Ekpektasi dan Antusiasme tinggi melihat lokasi memancing yang terkesan liar sedikit luntur setelah 20 menit pertama memasang umpan tidak ada gerakan pertanda Ikan Nilem mau makan. Mungkin karena air masih terlalu keruh akibat hujan tadi malam membuat Ikan Nilem masih mager untuk makan umpan Kami. Namun anehnya, umpan Mas Rendra bolak-balik habis dimakan ikan. Sedangkan Saya dan Mas Hendrik masih belum sempat mengganti umpan sama sekali. 

"Beh.. kok angel eram to yo-yo", Umpat Mas Rendra di tengah kondisi hutan yang sunyi. Saya dan Mas Hendrik saling menoleh satu sama lain, walaupun tanpa adanya komunikasi, saya yakin, tatapan datar Mas Hendrik mengatakan, "Dilokasi seperti ini, rasanya tidak perlu berlebihan".

Berhubung baru mengenal satu sama lain, Kami merasa tidak enak hati untuk menasehatinya. Namun situasi tersebut terus berulang. Umpannya bolak-balik habis, ikan juga belum sukses terkail, dan selama itu juga kalimat umpatan terus keluar dari mulut Mas Rendra. Seperti Alaram menyebalkan yang membangunkanmu dipagi hari. 

Mungkin karena panas mendengar kalimat -  kalimat umpatan dari Mas Rendra, Mas Hendrik memilih untuk  pindah titik lokasi. Sedang saya masih berusaha menunggu titik spot yang dari awal saya pancing. 

Dan benar saja, baru sebentar pindah spot, joran Tegek Mas Hendrik yang tadinya lurus seperti Tiang Bendera, kini melengkung tajam terhuyung-huyung kesana kemari ditarik Ikan Nilem. Euforia yang sempat hilang akhirnya datang kembali, setelah beberapa saat tidak ada satupun ikan yang mau menyambar umpan milik Kami. 

"Ar reneo, reneo", cletuk Mas Hendrik sambil tanganya memberi isarat agar saya datang menghampirinya. Karena penasaran Saya ikut menyusul, mengambil tempat disebelah Mas Hendrik. Sedangkan Mas Rendra mulai sedikit gelisah karena spot yang dipancinginya mulai sepi ditinggal Ikan Ghoib yang sedari tadi menghabiskan umpan miliknya. 

"Sruut" ujung tegek saya bergerak, gerakanya halus namun mantap, gerakan khas Ikan Nilem saat memakan umpan. Seperti tersangkut sampah yang hanyut. Tangan saya reflek menarik joran. "Wussshh" Akhirnya strike pertama saya sukses didapat. Treefish melengkung tajam, kali ini ikan lebih besar dari ukuran yang didapat Mas Hendrik sebelumnya. Manuver ikan berusaha menarik pancing kearea penuh sampah, hal ini tidak akan saya biarkan begitu saja, walau ukuran senar 0.10 Lbs, Saya tetap berusaha menarik serta menggiring Ikan menjauh dari akar akar pohon agar tidak tersangkut. "Wwwuuueeehh" Saya kegirangan. Euforia itu datang kembali. Perjalan melelahkan terbayar tuntas. 

Belum selesai memasukan Ikan Nilem yang berukuran tiga jari ke wadah Karambah. Terdengar suara dari atas, suara gaduh Pak Yayak.  
"Enten nopo pak ?", tanya Mas Hendrik.

 "Adududududuh, Aseeekkk". Suaranya terlihat jelas, suara Pak Yayak. 

Ikan Mulai Ganas 

Terlihat dari titik spot kami, joran tegek milik Pak Yayak melengkung tajam, menukik kesana kemari. Sepertinya Nilem monster sedang berusaha melepaskan diri dari pancing Pak Yayak. Orang nya tidak kelihatan karena tertutup rumpun pohon dan belukar yang lebat, namun joran tegeknya bisa menggambarkan betapa bahagianya beliau hari ini. "wwooee",,, Jossss Broo", Pak Yayak kegirangan. 

Mas Rendra mulai tidak sabar dan bergegas pergi membawa peralatan, "Rek tak pindah neng nduwur disek". Pamit Mas Rendra. 
"Ok mas, Info info ae lek iwak e gayap". Jawab kami berdua. 

Tidak mau kalah dengan Pak Yayak. Kami berdua melanjutkan keseruan mancing lagi. Mas Hendrik yang berada disamping Saya, mulai menukikkan Tegek, gerakan khas Teknik Nutul. Lokasi andalanya di bawah sampah berupa daun daun yang tersangkut. Sebuah area memancing yang selalau bisa menambah Sugesti dan keyakinan ketika berburu Ikan Nilem. 

Ikan Mulai ganas menyambar. Hal ini tentu menambah semangat kami 10 Kali lipat karena ekspektasi yang tinggi dan rasa penasaran kami terhadap area memancing yang masih liar dan baru. 

"Adudududududu dudu" Teriakan Pak Yayak kembali terdengar. Ikan Nilem yang lebih besar lagi !. Besar sekali, terlihat dari lengkungan tegek yang nyaris berbentuk huruf U. Sayangnya, spot tersebut sangat susah untuk melawan manuver Ikan Nilem apalagi yang berukuran besar, karena banyak sekali dahan Pohon Waru yang menggangu gerakan tegek. Dan benar dugaan Kami, kail Pak Yayak dibawa nyangkut ke akar yang berada di dasar sungai. Raut wajah tak terlihat, namun ungkapan suaranya memperlihatkan kondisi hatinya. Kecewa. "Dandan maneh dandan maneh aseem".

Kami juga tak mau kalah dengan Pak Yayak yang sedari tadi heboh sendiri di spotnya. Mas Hendrik Sukses menaikan Ikan Nilem yang kedua, disusul ketiga, dan keempat. Sedangkan saya menaikan 3 ekor lagi. Anehnya, di spot kami berdua, ikan yang terkail memiliki ukuran yang terus meningkat. semakin lama, Ikan Nilem babon mulai berdatangan untuk menyambar umpan Kami. 

"Braak Brook Braak Brook". Fokus kami langsung terganggu. Suara yang tiba-tiba muncul tersebut berasal dari lokasi Pak Yayak memancing. Beliau terlihat sedang memotong ranting ranting pohon dan semak belukar yang dirasa menggangu ketika memancing. Dengan wajah kesal karena Ikan Babon barusan mocel, dilampiaskanya dengan menebas ranting menggunakan Pisau yang sudah disiapkan.

"Pak Yayak ngamuk koyone", kata Saya tertawa. Mas Hendrik yang sedari tadi mengamati juga ikut tertawa dan memilih untuk melanjutkan meladeni ikan yang semakin lama semakin ganas. 

Petaka Itu Datang 

Pukul 12.00 siang, terasa seperti jam 5 Sore. Mendung berkumpul membentuk selimut, siap menghujani hutan tempat kita memancing. Kami sudah was was dari tadi. Namun karena rasa penasaran masih tinggi, kami enggan untuk beranjak meninggalkan lokasi. Kami sadar resiko jika hujan turun, yaitu jalan yang dilalui untuk pulang akan semakin sulit. 

Di kondisi seperti ini, Pak Ketua biasanya memberikan isyarat kepada kami untuk segera pulang namun beliau belum menunjukan batang hidungnya. Gerimis mulai jatuh, sedikit demi sedikit. Kami masih bertahan di posisi masing masing. Ada yang lebih kami takutkan daripada baju yang basah, yaitu sungai yang meluap.

Tidak perlu waktu lama. Hujan besar datang,  seolah sengaja mengusir kami agar cepat pergi dari lokasi. Kami berlarian, berlindung di bawah pohon Jati. Daun pohon jati kami jadikan payung darurat untuk melindungi tubuh serta Perlengkapan memancing dari derasnya air hujan.

"Beh iwak wayae gayap-gayape jare", cletuk Mas Hendrik membuka keheningan ditengah gemuruh hujan. 15 menitan kami berlindung dibawah pohon. Pak ketua datang mendekat untuk ikut berlindung. Terlihat Headset masih terntancap dikedua telinganya. Tangan kananya membawa tegek, dan tangan kirinya membawa karambah yang berisi 2 ekor ikan. " Sak jane wes mulai gelem mangan, malah udane deres", alasan Pak Ketua. 

Sungai berubah, yang tadinya sedikit kuning berubah menjadi coklat, ditambah dengan debit air yang semakin tinggi. Sepertinya usaha untuk menunggu hujan terang akan sia-sia karena debit air sungai sudah tidak layak untuk dipancing. "Ayo pulang", Kata Pak Ketua. 

Kami sama sama kecewa, dengan berat hati kami bertiga menuju lokasi tempat sepeda terparkir dimana sudah ada Pak Yayak yang menunggu kedatangan kami.

Semua anggota sudah berkumpul, tinggal Mas Rendra yang belum datang, "Cobak telepunen Men", kata Mas Hendrik. "Jaringane rodok angel", jawab Mas Men singkat. Memang di tengah hutan seperti ini jaringan telpon seluler susah untuk tersambung. Medan yang jauh dari Tower ditambah Pohon Jati menjulang tinggi bak penjara alam yang mengisolasi hiruk pikuk luar agar tidak masuk kedalam.  

Kami menunggu Mas Rendra sembari berteriak dan bersiul. Tak lama berselang Mas Rendra datang Menghampiri kami. "Ayo wes ngopi ngopi sek", kata Pak Ketua sambil membalikan arah Sepedah Motornya. 

Brhubung jalanan semakin licin, Saya dan Pak Yayak berinisiatif untuk berjalan kaki terlebih dahulu, agak beresiko jika berboncengan di tengah jalan yang licin dan berlumpur. Kami berjalanan terlebih dahulu, meninggalkan Mas Men, Mas Hendrik, serta Mas Rendra untuk mengurus Sepedah Motor kami.  

"Ayo Ar lewat kene", Kata Pak Yayak yang ada di depan saya, dengan suara tegas dan langkah yang cepat. "Enggeh pak, Mboten usah banter-banter rencange teng mburi bene mboten ketinggalan". Anehnya, Pak Yayak tidak mengangguk sama sekali, bahkan seperti tidak mendengar perkataan Ku.

Dengan langkah cepat Beliau tetap berjalan lurus, bahkan langkahnya juga semakin cepat. Rute yang harusnya belok sesuai dengan rute awal kedatangan kami tetap dilalui dengan berjalan lurus, langkah nya juga semakin cepat menembus belukar, terikan saya semakin kencang "Pak Woi Pak", Beliau tetap tidak mendengar, seolah ada yang menempel di belakang sambil menutup kuping nya. Beliau berlari !. Aneh sekali. Saya merinding melihat Pak Yayak waktu itu. 

Saya panik, antara harus mengikuti beliau atau tidak. Anehnya teman-teman dibelakang seolah lama sekali datanganya, padahal hanya tinggal memutar motor. Saya sempat kesal dengan Mereka bertiga kenapa lama sekali, apakah asik bercengkrama atau apapun saya tidak tahu. Saya mengumpat dalam hati "sialan".Saya sangat panik, di tengah hutan yang masih sangat asing, rasanya melangkah maju mengejar Pak Yayak juga tidak mungkin karena saya merasa ada yang aneh dengan Beliau, kenapa samapai berlari segala ?, berlari tanpa menoleh saya yang ada dibelakang. Toh saya berusaha memangil dan berteriak kepada beliau yang seharusnya pada orang normal akan marah dan balik meneriaki, karena kerasnya teriakan saya waktu itu. 

Di tengah tengah situasi yang panik seperti itu, saya belum menyadari sesuatu. Pak Yayak tidak terlihat sama sekali, bak ditelan belukar yang lebat. Saya semakin linglung, deruan motor teman teman dibelakang menyadarkan saya dari situasi tersebut. "Loh Pak Yayak Endi", Tanya Pak Ketua, Saya masih diam dan bingung harus menjelaskan rentetan kejadian selama kepanikan tersebut. "Lah pie to kuwe iki ? wong mau bareng ambi awak mu". Sahutnya dengan nada gelisah dengan sedikit heran. 

"Mau wes tak celuk'i banter tapi gak di reken".  Jawabku sambil menunjuk kearah jalan yang dilalui Pak Yayak waktu terlihat terakhir.

Panik

Kepanikan bertambah ketika Mas Rendra menceritakan sebuah kisah dari masyarakat setempat bahwa dulu ada seorang pemburu Bekicot dari kalangan warga sekitar yang hilang tidak pernah ditemukan kembali setelah tersesat di hutan ini, bahkan sampai sekarang !.

Gerimis datang kembali, sahut-menyahut teriakan kami belum mendapat respon dari Pak Yayak. Sepedah Motor kami keluarkan terlebih dahulu dari lokasi hutan jati menuju jalan setapak yang menjadi rute awal kami memasuki hutan. Sambil berdiskusi mencari solusi yang terbaik. Ekpresi panik terlihat di jelas pada wajah Mas Men.

Saling bebrbagi tugas !


Mas Hendrik tetap menjaga tiga motor, sedangkan Saya, Mas Rendra, serta Pak Ketua kembali kedalam hutan alas jati untuk melakukan pencarian. Memasuki hutan dalam kondisi panik seperti ini sangat berbahaya. Bukan tidak mungkin malah kita jadi ikut tersesat menyusul Pak Yayak. Kita saling ber koordinasi mengingat jalan yang dilewati sembari terus berteriak memanggil nama Pak Yayak. 
 
Semakin merengsek masuk, semakin berbahaya. Harus dengan cara lain, "Telepon". 

Mengingat jaringan yang sulit untuk digapai, kemungkinan berhasil hanya 20%. Apalagi Pak Yayak semakin masuk kedalam hutan. Yang bisa kami lakukan hanyalah berdoa kepada Tuhan, agar kami semua selamat dan bisa kembali pulang. 

Mas Men mengeluarkan Handphone dan langsung menghubungi nomor milik Pak Yayak. "Memanggil" ..

Panggilan pertama gagal. Pak Ketua masih terus berusa melakukan panggilan ulang. "Berdering", Yess Masuk. Tinggal menunggu jawaban, jawaban dari seorang Pak Yayak. 

"Halo - Halo, Samean nengndi". Pertanyaan pertama Pak Ketua melalui telepon. 

Saya tidak terlalu mendengar kalimat kalimat introgasi Pak Ketua di telepon, yang penting hati ini sedikit lega, karena Pak Yayak sudah bisa dihubungi dan menjawab telepon kami. 


Setelah berhasil untuk dihubungi, kami memastikan titik lokasi penjemputan. Pak Ketua langsung menjemput Pak Yayak menggunakan Sepedah Motor. Jarak antara kami dengan Pak Yayak hampir 500 Meter lebih. Artinya Pak Yayak menerobos kedalam hutan asing sendirian dengan jarak tempuh yang sama .

 Ayo kita pulang !. 


Gerimis belum juga reda. Kami mampir disebuah warung untuk memesan Kopi. Bertukar cerita  sembari berlindung dari dinginya suasana luar waktu itu. Dan jujur, Kami enggan bertanya apa yang sebenarnya terjadi waktu beliau tadi berlari ?. 

Tegal Dlimo, 19 Maret 2022, mancingkuy.