Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Mistis - Mancing Wader Di Lokasi Angker

Halo Sobat Angler, kali ini Admin akan membagikan sebuah kejadian nyata waktu  mancing di kawasan Sempu, Desa Sarimulyo.

Sebuah peristiwa seram yang membuat saya trauma dan enggan kembali mancing dilokasi tersebut hingga sekarang.

Trauma yang menolak dilupakan meski sudah lima tahun berlalu.

Mancing Wader Di Lokasi Angker


Kisah Mistis - Mancing Wader Di Lokasi Angker

Awal kisah dimulai ketika Saya, Mas Herman, dan Bapak akan pergi memancing di sungai sempu yang terletak di desa Sarimulyo.

Kami berangkat menggunakan dua sepeda motor yang setibanya dilokasi akan kami titipkan dirumah Pakde Seger, salah seorang warga lokal sekaligus teman saya memancing.

Rumah Pak Seger terletak paling pojok, berdekatan dengan pabrik rongsokan yang akan menjadi lokasi awal agenda memancing hari ini. Saya sendiri sering mancing dilokasi tersebut, dan Pakde Seger selalu datang membawa camilan guna menemani saya memancing.

Kali Sempu

Sungai Sempu merupakan sumber irigasi persawahan milik warga. Sungainya tidak lebar hanya satu meteran, memiliki kedalaman rata-rata satu meter dan berarus tenang, yang merupakan lokasi ideal untuk mancing Ikan Wader. 

Perlengkapan segera kami siapkan dan bendungan kecil didekat rumah Pak Seger menjadi target pertama agenda mancing hari ini.

Bapak langsung tancap gas. Joran miliknya bergetar cepat, ciri khas Ikan Wader waktu menyambar umpan. "Point pertama", sorak Bapak dengan wajah sumringah, Joran fiber melengkung tajam, wader jenis Cakul sukses terkail dengan sempurna.

Lima menit kemudian giliran Mas Herman, joran bambu yang diserut seadanya berhasil mendapat strike pertama, sehingga suasana semakin memanas. 

Ini awal yang bagus. Baru mulai memancing tetapi ikan sudah menunjukan keganansanya. Menandakan tidak ada masalah soal ikan yang mogok makan hari ini.

Posisi Bapak di kiri, Mas Herman di kanan, sedangkan saya berada ditengah tengah mereka. Namun anehnya, pancingan saya masih anteng padahal umpan juga sama, lokasi berdempetan, "Kok belum dimakan, aneh sekali", menggrutu dalam hati.

Joran bambu Mas Herman laris manis, melengkung bak perongsotan TK. Bapak dan Mas Herman bergantian strike Ikan Wader, sedangkan Saya masih diam membisu bak lumut batu, menempel di pinggiran sungai, diam tak bergeming, bernafas tetapi tidak hidup. 

Ke Anehan Pertama

Satu jam memancing perolehan semakin banyak, baik jenis wader Cakul mapun wader Pari, saya sendiri masih mandul lebih sering melamun dibanding memancing. Namun dalam lamunan, insting saya menangkap sesuatu, yaitu Bapak.

Beliau bolak-balik strike, bahkan lebih unggul perolehanya dari Mas Herman, tetapi raut wajahnya tidak menunjukan kesenangan, berbeda pada saat pertama kali datang, berbanding terbalik dengan kakak keponakan Saya Mas Herman yang semakin sore semakin menggila.

Ke Anehan Kedua

Tiga jam berlalu. Cahaya matahari sore menerobos masuk ke sela-sela pohon bambu, ditambah angin sepoi-sepoi mulai berhembus, menyejukan serta menghilangkan Perasaan gelisah yang sedari tadi penuh sesak di dalam hati saya. 

Walaupun begitu, ikan tetap tidak mau makan, satu satunya jalan adalah pindah lokasi. Lokasi bagian atas yang sedari tadi seolah memanggil nama saya, "Kemari, kemari, KEMARI !!". Seketika saya sadar dari lamaunan dan bergegas berdiri.

"Saya pindah ke atas", pamit kepada Bapak juga Mas herman. Bapak terdiam, hanya Mas Herman yang menjawab, "Oke, nanti saya menyusul ke atas", Jawab Mas Herman. 

Lokasi nya berjarak lima belas meter dari titik pertama, tepat dibelakang gudang rongsokan. Terdapat jembatan kecil dari kayu sebagai akses penyebrangan, lebarnya satu setengah meter dengan papan pijakan dari kayu yang ditata seadanya.

Dilokasi tersebut, aliran sungai membentuk danau kecil dimana sekelilingnya dipenuhi pohon besar, kalo tidak salah Pohon Kelengkeng atau Pohon Bendo, lebar sungai sekitar 4 meteran, arusnya tenang, memiliki kedalaman rata-rata 1 meter atau bahakan lebih saya lupa, karena yang ada dikepala saya hanyalah mendapat strike ikan pertama, sukur-sukur berlanjut kedua, ketiga dan seterusnya.

"Mbah minta ikan mbah", ucap saya dengan duduk bersila dilokasi. Kail pancingan saya siapkan, memasang dua cacing dalam satu kail adalah opsi terbaik karena jengkel sedari tadi tidak ada ikan yang mau mengendus umpan saya . Lempar ketengah dititik paling dalam, Plung! lalu letakan pancingan disebelah,  ditopang ranting yang saya tancapkan ketanah.

"Klark"... joran langsung disambar, untung reflek saya tepat sehingga joran tidak tecebur kedalam air. Hentakan kuat untuk memuali pertempuran. Berotannya kuat, bukan Ikan Wader, joran fiber melengkung tajam. Tenaganya kuat. Ikan Lele ukuran tiga  jari. YESS !! teriak saya kegirangan.

Waktunya Bermain 

Strike lagi !. Ikan semakin ganas, kali ini ikan target, walau berotan Ikan Wader tidak seganas Ikan Nilem atau Tawes, namun Ikan Wader memiliki sensasi tersendiri untuk diburu, ditambah rasanya yang gurih ketika digoreng, menambah semangat kami untuk memancing.

Strike bertubi-tubi..!!, Ikan Wader ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. "Mode Onfire", gumamku dalam hati. "Aah.. liat saja bakal kususul perolehan kalian !. Aneh bin ajaib ikan seolah tidak berhenti menyambar umpan.

Padahal sebelumnya selama tiga jam memancing tidak ada satupun ikan yang mengendus umpan saya, lah ini malah kebalikanya, semudah membalikan telapak tangan, baru memasang umpan, umpan langsung habis dimakan.

Sore hari tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Tapi anehnya, Ikan Wader terus menyambar bahkan semakin ganas, seru sekali. Tanpa perduli apapun. Lagi dan lagi ! 

Sangking serunya, Saya tidak menyadari kalau Bapak sedari tadi mengamati saya dari tengah jembatan kayu. Beliau diam, tidak mengisyaratkan langkah maju untuk menyusul, padahal sudah jelas dari tadi Bapak memperhatikan saya.

"Pak disini ikannya ganas", ucap saya dari jarak  8 Meteran. Tatapanya berubah tajam dan langsung berbalik , "Cepat pulang !!", jawab Bapak singkat tanpa menoleh kebelakang.

Waktu menunjukan pukul empat sore, dan saya belum memahami maksut Bapak. Apalagi ketika sarang  ikan wader berkumpul susah payah saya temukan setelah tiga jam melamun, bukan memancing.

Apa yang salah dengan Bapak ?.

Kenapa Beliau terlihat marah ?

Apa tidak suka melihat Saya bolak balik strike ikan wader ?

Apa mungkin beliau ? ah .. Mana mungkin iri dengan anaknya sendiri, aneh !. 

Tak beberapa lama Mas Herman datang menyusul keatas. Tanganya terlihat diayunkan seperti memberi isyarat untuk cepat pulang.

Dengan berat hati serta perasaan kecewa, peralatan pancing saya ringkas sepenuhnya, umpan cacing saya lempar ketengah sungai dan bergegas pergi meninggalkan lokasi tersebut. Apa boleh buat, mungkin rezekinya cukup sampai disini.

Setelah berpamitan dengan Pakde Seger kami beranjak pulang, Bapak juga memperoleh banyak ikan wader, sama halnya dengan Mas Herman.

Tidak bisa dibohongi jika saya masih kecewa dan belum puas, tetapi allhamdulilah mancing hari ini cukup sukses. Walaupun terbentur dengan jadwal pulang yang mendadak. 

Kami bertiga meninggalkan rumah Pakde Seger untuk mengakhiri agenda mancing hari ini.

Bapak Adalah Orang Pintar

Tiga hari berlalu. Sore itu saya baru pulang memancing dilokasi yang sama yaitu di belakang pabrik rongsokan untuk menununtaskan rasa penasaran sebelumnya.

Terlihat Mas Herman sedang duduk santai di teras rumah. 

"Kok sendirian mas, Bapak dimana ?" tanya saya kepada Mas Herman.

"Di dalam, lagi ada tamunya" jawab Mas herman.

"Dapat banyak mancing hari ini ?", gantian Mas Herman yang bertanya.

"Lumayan mas, Dapat bonus Lele Dumbo", sembari menujuk perolehan ikan yang masih saya gantung di sepeda motor. 

"Bapak kemarin sangat gelisah pas sampean tinggal keatas", Cletuk Mas Herman dengan raut wajah yang tiba-tiba berubah serius.

"Saya ceritakan sesuatu" kali ini nada suaranya sengaja dipelankan. Membuat saya semakin penasaran.

Singkat cerita Kami ngobrol berdua, spenggal obrolan yang membuat saya kaget dan juga ngeri mendengar penjelasan dari Mas Herman, soal kenapa Bapak ngajak pulang waktu mancing kemarin. 

Dan semua itu terjawab tuntas setelah Mas Herman menjelaskan secara rinci rentetan kejadian yang juga Saya rasakan keanehan keanehan waktu memancing dihari itu.

Trauma Yang Sebenarnya 

Bapak merasakan ada sesuatu yang amat sangat berbahaya sedang mengintai kami bertiga, lebih tepatnya mengintai salah seorang dari kami yang sedang kosong fikiranya, panas hatinya, dan jelek prasangkanya. Oleh karenanya Beliau terlihat murung dan gelisah waktu memancing, bahkan ketika mendapat ikan wader sekalipun. Tidak ada ekspresi kegembiraan di wajahnya. 

Keanehan kedua ketika saya merasakan kenyamanan serta perubahan suasana hati yang lebih stabil, bak api yang sebelumnya berkobar dipadamkan air dingin yang menyejukan. 

Ternyata Bapak sedang memagari saya dengan doa amalan, istilah orang jawa "di pagari", atau dibetengi agar terhindar dari hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Beliau sadar saya lah yang menjadi incaran sesosok mahluk penunggu lokasi tersebut.

Keanehan ketiga, waktu Bapak berdiri tepat ditengah jembatan kayu, dimana beliau menatap saya dengan kemarahan, sampai saya heran dibuatnya. 

Di mata Bapak, sosok mahluk menyerupai perempuan, badanya tambun sekali (gemuk) , tinggi nya dua meter, rambutnya lebih panjang dari kakinya, kakinya lebih panjang dari tanganya, berdiri tepat dibelakang seseorang yang tengah asik memancing tanpa sadar bahwa ikan yang semakin ganas adalah umpan,  pengalihan. Sehingga saya semakin betah dan nyaman lupa waktu untuk pulang. 

Tatapan tajam Bapak muncul ketika mahluk tersebut berbalik badan, Tubuhnya gemuk seperti salah satu tokoh pewayangan, menujukan punggunga yang berlubang seperti luka menganga akibat tusukan benda tajam. Benda tajam yang sangat besar. 

Mas Herman menghentikan cerita itu setelah Bapak keluar dari rumah untuk mengantarkan tamunya pulang. 

"Samean jangan cerita ke Bapak soal masalah ini, karena Bapak sampean sebenarnya merahasiakan hal ini dari Sampean, takutnya sampean tidak kuat", sembari memelankan suaranya, Mas Herman benar benar serius kali ini. 

Tujuan Mas Herman juga baik, bukan untuk menakut nakuti saya, dia hanya khawatir melihat saya masih sering memancing dilokasi tersebut, sendirian. Karena di hari yang sama, tepat dimalam harinya, kejadiaan naas  menimpa Pak De Seger, yang pada sore harinha masih sempat menunjukan lokasi Lele Dumbo yang saya peroleh.

Jika tidak diingat kan Mas Herman, kemungkinan sayalah yang menjadi korban dalam berita tersebut. Namun karena Tuhan serta perantara doa dari Bapak, mahluk tersebut tidak sampai lebih dari berdiri dibelakang saya. 

Sundel Bolong dengan tubuh gemuk penunggu pabrik rongsokan.

Berikut adalah salah satu cuplikan berita yang berhasil saya telusuri setelah 5 tahun berlalu.  Dimana kejadian naas tersebut memang benar benar terjadi. 

Terakhir kali sebelum kejadian, saya melihat Pakde Seger waktu sedang memancing di lokasi belakang pabrik. Beliau berjalan tanpa memakai baju atasan, hanya berselempang handuk. Anehnya, Pakde seger seperti tidak mengenal saya, hanya berjalan lurus tanpa menoleh, menuju kearah loakasi bagian atas, berada tepat dibelakang pabrik rongsokan tersebut. 


Penutup

Kejadian ini nyata saya alami. Sebuah pengalaman yang akan saya jadikan bekal untuk kedepannya, dimana kita harus selalu bedoa dalam melakukan setiap aktivitas tanpa terkecuali. 

Setelah kejadian tersebut Bapak selalu mengingatkan kan Saya untuk membaca surah An-Nas ketika memancing, agar dijauhkan dari segala sesuatu yang jahat dan tidak baik.